Sejarah Desa
Sejarah Desa
Pada abad ke-15 hingga abad ke-18 yaitu pada masa kerajaan Majapahit, Mataram, dan Demak Bintoro yang disertai dengan penyebaran agama suci (Islam) yang dibawa oleh para wali dan pengikutnya atau lebih dikenal dengan sebutan wali songo.
Dalam siyaarnya para wali tersebut sampai di kawasan Hutan Mangil yang pada saat itu merupakan cikal bakal Kabupaten Banyumas dengan nama Adipati Mrapat loko Kaiman) dalam perjalanan para pengikut wali tersebut sampai di kawasan Hutan Mangli tepatnya di Hutan Padudutan yang sekarang berada di wilayah Desa Tumiyang dimana para wali dan pengikutnya singgah di wilayah tersebut dan membuka lahan pertanian yang kemudian diikuti oleh masyarakat sekitar.
Karena perkampungan tersebut merupakan perkampungan maka perkampungan tersebut diberi nama Dusun Pakopen.Semakin lama perkampungan tersebut semakin subur karena dialiri Sungai Loning yang jernih.
Dengan keberhasilan para wali dan pengikutnya dalam mendakwahkan agama suci di desa tersebut, maka jumlah pengikutnya bertambah dan bertambah hingga berdirilah desa lain yang diberi nama Dukuh Kampok.
Karena para wali tidak hanya menyebarkan agama suci tetapi juga mengajarkan ilmu bercocok tanam dan sebagainya, setelah jumlah pengikutnya bertambah, para wali mengadakan saraschan di sisi selatan Hutan Padudutan.
Dalam musyawarah itu, wilayah perbatasan membujur dibagi ke barat dengan batas timur Gunung Kunang (besar) dan sisi barat Gunung Puncu, kedua gunung itu menjadi batas antara utara dan selatan.
Wilayah utara sekarang Pakopen, Tumiyang, wilayah selatan Dusun Siluk sekarang menjadi bagian dari Desa Kebasen, sehingga dari apa yang diajarkan dan diberi nama dusun dan gunung tersebut, dianggap oleh masyarakat sekitar, orang suci dijuluki Hyang atau Dewa, seiring berjalannya waktu, pengikutnya semakin banyak muncul hingga desa Jagi diberi nama Kreteg. .
Suatu hari para wali ingin melihat langsung ke Dusun Kreteg yang dipimpin oleh Ki Ageng Sela Janji dan Ki Ageng Rengsa Bumi yang konon kabarnya kedua tokoh tersebut adalah pengungsi dari Mataram dan Majapahit, karena tidak setuju atau tidak setuju dengan Raja Negeri tersebut. Majapahit.
Setelah sampai di Kreteg Padukuhan, para wali diterima oleh kedua tokoh yang kemudian bermusyawarah agar para pengikut Ki Ageng Sela Janji dan Ki Ageng Reksa Bumi bersatu untuk membangun padukuhan yang besar dan disepakati kedua belah pihak. Namun para wali bingung harus diberi nama apa di desa tersebut, kemudian salah seorang pengikut wali mengatakan bahwa Kita-kita diundang ke Tumurun bersama para Hyang, pantas diberi nama Tumiyang" kebetulan di tempat pertemuan tersebut, sebuah sungai kecil mengalir yang diberi nama oleh Ki Ageng Sela Janji Kali Tumiyang
Seperti prasasti Desa Tumiyang berupa sebuah batu indah yang tidak jelas asal usulnya namun sampai sekarang masih ada dan masih bagus.
Dari cerita di atas kemudian dilanjutkan dalam petualangan Kamandaka dan abdinya Rekajaya yang juga memberikan batas desa dan petilasan. Adapun batas desa menurut penyepuhan yang berasal dari cerita Kamandaka dan Rekajaya adalah : Sebelah selatan Desa Gambarsari tepatnya di Sungai Celiling, di sebelah utara Desa Mandirancan tepatnya di Kedung Surup Lawang (Sungai Sintru).
Kemudian setelah jumlah dusun dan penduduknya cukup banyak, Desa Tumiyang mulai berdiri yang pada saat itu masih dalam masa penjajahan Belanda mengingat Desa Tumiyang terbilang tidak terlalu luas, maka Desa Tumiyang digabung dengan desa-desa tetangga. Sisi utara di pintu masuk Desa Mandirancan, sisi selatan di Desa Gambarsari.
Namun karena kegigihan lurah/desa yang mempertahankannya sampai gagal dan Desa Tumiyang tetap menjadi desa yang berdiri di atas perjuangan lurah/desa Ranajiwa pada tahun 1900 san.
Kemudian dilampirkan data kepala desa dari dulu sampai sekarang. Itulah sekilas cerita dan asal usul Desa Tumiyang, selanjutnya saya mohon maaf karena masih banyak kekurangan dalam cerita ini, maka dari itu saya mohon saran dan kritik untuk melengkapinya.